Reportactual.com – Nyatnyono, Ungaran Barat – Nyadran merupakan salah satu tradisi yang masih lekat dalam kehidupan masyarakat Jawa. Nyadran berasal dari bahasa Sanskerta “Sraddha”yang artinya keyakinan. Tradisi Nyadran merupakan suatu budaya mendoakan leluhur yang sudah meninggal dan seiring berjalannya waktu mengalami proses perkembangan budaya sehingga menjadi adat dan tradisi yang memuat berbagai macam seni budaya. Nyadran dikenal juga dengan nama Ruwahan, karena dilakukan pada bulan Ruwah. Tradisi Nyadran berdasarkan sejarahnya merupakan suatu akulturasi budaya jawa dengan islam.Hujan yang tiada henti sejak malam sampai pagi tidak menyurutkan semangat warga dusun Branggah dan Blanten untuk menghadiri acara nyadran.
Kegiatan Nyadran juga dilaksanakan di Masjid Roudlotut Ta’ibin RT 06/08 dusun Branggah, desa Nyatnyono, Ungaran Barat, Semarang pada hari Kamis, (30/01/2025)
RW 08 terdiri dari dua dusun, Branggah dan Blanten (7 RT) melaksanakan kegiatan nyadran dua kali dalam setiap tahunnya.
“Nyadran adalah sebagai media kita untuk melakukan muhasabah diri sudah berapa dosa yang sudah kita lakukan dan terus melakukan perbaiakan diri.” ujar Parsunto
Parsunto selaku Kepala Desa Nyatnyono menyampaikan kepada warganya yang punya ternak, sekarang sedang ada peyakit mulut dan kuku (PMK) pada sapi jika ternaknya ada tanda-tanda penyakit tersebut diharapkan warga segera lapor ke Lurah dan Lurah melanjutkan ke Dinas Pertenakan.
“Menurut informasi dari BMKG Jateng pada bulan Januari sampai Februari cuaca extrim, curah hujan tinggi disertai angin kencang, warga diharap selalu waspada terhadap lingkunganya.”pinta Parsunto
Bagi warga yang mempunyai tanah dan sampai sekarang surat-suratnya masih leter C dan D, Pemerintah Desa mefasiltasi pembuatan sertifikat SHM, mulai sekarang didaftarkan dan bulan Juli 2025 sudah terbit sertifikatnya.
“Kita bersyukur selama dua tahun berturut-turut desa Nyatnyono mendapatkan bantuan pembangunan jalan, jalan yos sudarso, blanten dan jalan hasan munadai, sedangrejo.” Parsunto mengakiri.
Sebagai rangkain terakhir dari acara nyadran, membaca tahlil yang dipimpin oleh Kyai Mujib dan ditutup do’a oleh Kyai Asori
Nyadran atau Sadranan adalah tradisi yang dilakukan oleh orang jawa yang dilakukan di bulan Sya’ban (Kalender Hijriyah) atau Ruwah (Kalender Jawa) untuk mengucapkan rasa syukur yang dilakukan secara kolektif dengan mengunjungi makam atau kuburan leluhur yang ada di suatu kelurahan atau desa. Nyadran dimaksudkan sebagai sarana mendoakan leluhur yang telah meninggal dunia, mengingatkan diri bahwa semua manusia pada akhirnya akan mengalami kematian, juga dijadikan sebagai sarana guna melestrikan budaya gotong royong dalam masyarakat sekaligus upaya untuk dapat menjaga keharmonisan bertetangga melalui kegiatan kembul bujono (makan bersama).
Tradisi Nyadran terdiri dari berbagai kegiatan, yakni
- Melakukan besik, yaitu pembersihan makam leluhur dari kotoran dan rerumputan. Dalam Kegiatan ini masyarakat dan antar keluarga saling bekerjasama gotong-royong untuk membersihkan makam leluhur.
- Kirab, merupakan arak-arakan peserta Nyadran menuju ketempat upacara adat dilangsungkan.
- Ujub, menyampaikan Ujub atau maksud dari serangkaian upacara adat Nyadran oleh Pemangku Adat.
- Doa, Pemangku Adat memimpin kegiatan doa bersama yang ditujukan kepada roh leluhur yang sudah meninggal.
- Kembul Bujono dan Tasyukuran, setelah dilakukan doa bersama kemudian dilanjutkan dengan makan bersama. Masyarakat menggelar Kembul Bujono atau makan bersama dengan setiap keluarga yang mengikuti kenduri harus membawa makanan sendiri. Makanan yang dibawa berupa makanan tradisional, seperti ayam ingkung, sambal goreng ati, urap sayur dengan lauk rempah, prekedel, tempe dan tahu bacem, dan lain sebagainya. Setelah masyarakat telah berkumpul dan membawa kendurinya masing-masing, kemudian makanan yang dibawa diletakkan didepan untuk didoakan oleh pemuka agama setempat untuk mendapatkan berkah dan kemudian tukar menukar makanan yang tadi dibawa oleh masyarakat, untuk mengakhiri acara kemudian masyarakat melakukan makan berasama dengan saling bersendau gurau untuk saling mengakrabkan diri.
Tata cara pelaksanaan tradisi nyadran tidak hanya sekedar ziarah ke makam leluhur tetapi juga terdapat nilai-nilai sosial budaya seperti gotong royong, pengorbanan, ekonomi, menjalin silaturahmi, dan saling berbagi antar masyarakat di suatu lingkungan. Tradisi Nyadran dilakukan dengan kearifan lokal masing-masing sehingga dibeberapa tempat terdapat perbedaan-perbedaan dalam prosesi pelaksanaannya. Dalam perjalanannya terdapat pengembangan-pengembangan dalam prosesi Nyadran yakni dengan memasukkan unsur-unsur budaya, salah satunya yakni dengan menampilkan bebagai kesenian khas daerah tersebut sebagai unsur pertunjukan. Nyadran termasuk sebagai salah satu tradisi menjelang datangnya bulan Ramadan.
Leave a Reply