Reportactual.com – Entah apa pertimbangan Arab Saudi tak menghiraukan PBB dan lebih dari 20 organisasi internasional yang meminta Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud mencabut isolasi Yaman.
Jika akses-akses di perbatasan tidak segera dibuka, Saudi hanya akan membuat jutaan warga sipil Yaman mati kelaparan. Sebab, saat ini, sebanyak dua per tiga dari total sekitar 26 juta penduduk Yaman sangat bergantung pada bantuan asing.
”Jika bisa saya gambarkan sebagai orang, Yaman ini adalah orang yang sakit parah, kondisinya lemah, serta mendapatkan asupan makanan lewat slang dan infus. Maka, satu-satunya cara untuk membuat orang tersebut tetap hidup adalah dengan terus memberikan asupan makanan lewat slang dan infus,” papar Robert Mardini, direktur regional Timur Tengah dan sekitarnya, pada Palang Merah Internasional (ICRC) kemarin (9/11).
Isolasi Saudi, lanjut Mardini, ibarat sumbatan pada slang dan infus untuk Yaman. Andai sumbatan itu tidak segera dicabut, Yaman jelas akan mati. Tiga organisasi internasional yang ada di Yaman menyatakan bahwa cadangan makanan hanya cukup untuk enam pekan. Sedangkan vaksin untuk mencegah berbagai penyakit di Yaman akan habis bulan depan.
Kemarin, CARE, Save the Childern, dan Islamic Relief kembali mendesak pemerintah Saudi segera membuka kembali pelabuhan dan bandara di Yaman. Sejak Riyadh menutup akses udara, laut, dan darat di perbatasan Saudi–Yaman, warga terpaksa bertahan dalam kondisi yang memprihatinkan.
”Kelaparan dan kematian mengancam mereka setiap saat,” ujar Mark Lowcock, kepala misi kemanusiaan PBB di Yaman.
Di antara sekitar 20 juta warga sipil Yaman yang bergantung pada bantuan dari luar negeri, sekitar 7 juta warga mengalami kelaparan dan kurang gizi. Mereka itulah yang tidak bisa diabaikan.
”Bantuan menumpuk di perbatasan karena pemerintah (Saudi) tidak mengizinkan kendaraan-kendaraan pengangkut logistik masuk. Yaman akan dilanda kelaparan dengan jumlah korban terbanyak dunia,” terang Lowcock.
Selain kelaparan, wabah penyakit berpotensi besar menggerus jumlah warga sipil Yaman. Menurut Lowcock, mereka yang sakit parah tidak bisa segera dilarikan ke rumah sakit yang lebih bagus karena isolasi Saudi tersebut.
”Semua pesawat dikandangkan. Tidak ada yang beroperasi. Kami terpaksa merawat mereka yang sakit parah atau terluka dengan peralatan dan obat seadanya,” ungkapnya.
Kemarin, penderitaan warga Yaman bertambah setelah pemberontak Houthi yang menguasai ibu kota memerintahkan penutupan SPBU. Gara-garanya, para pemilik SPBU di Sanaa tidak mau melakukan penyesuaian harga. Sejak Saudi dan koalisinya menggempur Yaman pada Maret 2015, harga bahan bakar melonjak sampai 50 persen dari harga sebelumnya.
Terkait tudingan Amerika Serikat (AS) dan Saudi bahwa rudal balistik yang ditembakkan ke arah bandara pada akhir pekan lalu dikirim dari Iran, Houthi mengklarifikasinya kemarin. Muhammad Abdul Salam, jubir pemberontak Houthi di Sanaa, menegaskan bahwa rudal balistik itu dibuat sendiri oleh para pemberontak.
”Serangan rudal itu kami lancarkan sebagai jawaban terhadap agresi Saudi,” tandasnya.
Sementara itu, Saudi melanjutkan aksi bersih-bersih koruptor. Kemarin, Raja Salman memilih dan mempromosikan hakim-hakim baru untuk mendukung razia antikorupsi tersebut. Jumlah totalnya 56 orang.
”Sebanyak 26 hakim dipromosikan untuk naik jabatan. Sedangkan 30 lainnya ditunjuk untuk mendukung razia antikorupsi pemerintah,” terang SPA mengutip keterangan seorang pejabat pemerintah.
Pembekuan rekening milik para tersangka koruptor juga berlanjut. Kemarin, Riyadh membekukan aset Pangeran Muhammad bin Nayef. Pangeran yang pernah ditunjuk sebagai putra mahkota tersebut menjadi pejabat top sekaligus keluarga kerajaan paling anyar yang terjerat korupsi. Sebelumnya, ada nama Pangeran Alwaleed bin Talal yang juga masuk daftar target razia antikorupsi.
Sumber JawaPos.com
Leave a Reply